Rabu, 16 Desember 2015

Rangkuman Materi Dasar-dasar Pendidikan

HAKIKAT MANUSIA
1.       Tidak ada fakta sejarah yang bisa menunjukkan asal muasal manusia
2.     Informasi tentang penciptaan manusia berasal dari kitab suci maupun dari pemikiran filosofis yang  bersifat spekulatif.
3.     Kepribadian manusia terdiri atas aspek jasmani yang berupa materi dan aspek rohani yang berupa    immateri.
KEBUTUHAN DAN PENGEMBANGAN DIMENSI KEPRIBADIAN MANUSIA
1.      Kebutuhan manusia baik laki-laki maupun perempuan terdiri atas kebutuhan fisik, seperti: makan dan minum, serta kebutuhan psikis seperti: rasa aman, penghargaan, aktualisasi diri, dan kebutuhan agama.
2.    Pengembangan aspek fisik dapat dilakukan melalui pendidikan yang didapat dari interaksi manusia dengan lingkungan materi maupun lingkungan sosial. Adapun pengembangan aspek psikis yang paling dalam adalah melalui renungan batin untuk mendapatkan pengalaman dari alam yang tidak berdimensi.
KEBUTUHAN DAN PENGEMBANGAN DIMENSI KEPRIBADIAN MANUSIA
1.    Pendidikan dalam arti yang luas adalah  segenap kegiatan manusia baik yang disengaja atau diciptakan maupun yang muncul dengan sendirinya kapan pun dan dimanapun sepanjang hayat, yang dapat memberikan pendewasaan kepada manusia (pendidikan adalah hidup dan hidup adalah pendidikan)
2.  Pendidikan dalam arti yang sempit adalah kegiatan yang disengaja yang khusus dilakukan dan direncanakan untuk tujuan tertentu dalam situasi tertentu dan pada waktu yang terbatas.
3.     Pendidikan dalam definisi alternatif adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah baik formal, nonformal maupun informal dan dilakukan seumur hidup untuk mengoptimalkan potensi manusia.
4.       Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari teori-teori pendidikan baik sebagai ilmu normatif, teoretis maupun ilmu praktis.
5.       Driyarkara (1980) menjelaskan bahwa ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, yakni pemikran yang bersifat kritis, memiliki metode, dan tersusun secara sistematis tentang pendidikan.
KOMPONEN, FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
1.       Komponen pendidikan meliputi: tujuan, peserta didik, pendidik, alat dan lingkungan.
2.  Fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian, serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan.
3.       Tujuan pendidikan dibedakan menjadi 6 (enam) yakni:
(1)    Tujuan umum
(2)    Tujuan khusus
(3)    Tujuan tidak lengkap
(4)    Tujuan sementara,
(5)    Tujuan intermidier, serta
(6)    Tujuan insidental
LANDASAN-LANDASAN PENDIDIKAN
Landasan-landasan pendidikan sangat penting untuk mengembangkan pendidikan yang bermartabat bagi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan memahami dan mengaktualisasikan landasan-landasan itu, manusia akan memiliki harkat dan martabat sangat mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan bahkan malaikat sakalipun, sebab manusia diberi keunggulan oleh Allah SWT berupa hati nurani dan akal pikiran. Untuk memperoleh harkat dan martabat mulia itu diperlukan landasan-landasan pendidikan yang kuat dan senantiasa dikembangkan agar menjadi lebih baik. Landasan-landasan pendidikan meliputi:
1.       Landasan agama (religius)
2.       Landasan filosofis
3.       Landasan psikologis
4.       Landasan historis
5.       Landasan sosiologis dan budaya (sosiokultural)
6.       Landasan hukum (yuridis)
7.       Landasan ekonomi
8.       Landasan ilmiah dan teknologi

ASAS-ASAS PENDIDIKAN
1.   Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan
2.       Asas-asas pendidikan yaitu:
(1)    Asas Tut Wuri Handayani
(2)    Asas belajar sepanjang hayat
(3)    Asas kemandirian belajar.
3.    Asas Tut Wuri Handayani merupakan konseptualisasi asas perguruan nasional Taman Siswa sebagai perjuangan untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
4.   Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator disamping peran-peran seperti informator, organisator dan sebagainya.

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1.   Aliran empirisme berpendapat bahwa anak lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan kemampuan. Aliran ini berpendapat bahwa faktor keturunan tidak dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak. [Tokoh: John Locke]
2.  Aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Menurut nativisme pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. [Tokoh: Schopenhauer, filsuf Jerman 1788-1880]
3.   Aliran naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia membawa dan mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan sehingga aliran naturalisme sering disebut negativisme. [Tokoh J.J. Rousseau, 1712-1778]
4.     Aliran konvergensi mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.[Tokoh: Willian Stern, tokoh pendidikan Jerman {1871-1939}].
5.    Aliran progresivisme mempunyai pandangan bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya. [Tokoh: John Dewey]
6.     Aliran konstruktivisme mempunyai pandangan bahwa pengetahuan mutlak yang diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang, memiliki pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan perasa. Aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kepada orang lain, aliran ini beralasan bahwa pengetahuan bukan barang yang dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, maka perbuatan itu akan sia-sia. [Tokoh: Giambatista Vico, epistemiolog Italia].
Kemudian dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan penegtahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk penegrtian baru (Paul Suparno, 1997:33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif di pengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu:
1.    Asimilasi = perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.
2.    Akomodasi = penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru.
3.    Ekuilibrasi = penyesuain kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004:24).

TEORI DAN PILAR PENDIDIKAN
Teori pendidikan merupakan landasan dalam pengembangan praktik-praktik pendidikan (pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar dan manajemen sekolah). Kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan, karena suatu kurikulum dan rencana pembelajaran disusun dengan mengacu pada teori pendidikan.

Ada 4 teori pendidikan, yaitu:
1.       Pendidikan klasik,
2.       Pendidikan personal,
3.       Teknologi pendidikan, dan
4.       Pendidikan interaksional.
Sedangkan UNESCO merekomendasikan 5 pilar pendidikan yang dapat digunakan sebagai prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan. 5 pilar tersebut adalah:
1.     Learning to do (bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa pemikiran; tetapi mendorong peserta didik agar terus belajar bagaimana menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep.
2.     Learning to be (menuntun peserta didik menjadi ilmuan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya).
3.     Learning to live together (mengajarkan untuk hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.
4.       Learning to know (bukan sebatas proses belajar mengajar, dimana peserta didik mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya).
5.     Learning how to learn (proses belajar tidak boleh berhenti begitu saja meskipun seorang pembelajar telah menyelesaikan sekolahnya. Pilar ini akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus-menerus.

LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan bertugas memberi pendidikan kepada peserta didik.

Fungsi lingkungan pendidikan:
ü Membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya dan berbagai sumberdaya pendidikan yang tersedia.
ü Mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan peranan-peranan tertentu dalam masyarakat.
Lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan dan life processes.
Lingkungan pendidikan haruslah digambarkan sebagai kesatuna yang utuh di antara berbagai ragam bentuknya.
Lingkungan pendidikan meliputi :
ü Keluarga              
ü Sekolah
ü Masyarakat
Lembaga pendidikan kemasyarakatan dapat mengambil bentuk dalam berbagai wadah seperti:
ý Masjid, surau atau langgar, musholla
ý Madrasah, pondok pesantren
ý Pengajian / majelis taklim
ý Kursus-kursus
ý Badan-badan pembinaan rohani (biro pernikahan, biro konsultasi keagamaan dlsb).

KETERKAITAN ANTAR LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Hubungan antara keluarga dan sekolah terjadi pada kerjasama orang tua dengan pihak guru. Kerjasama tersebut dibutuhkan untuk memantau kemajuan anak dalam proses pendidikan, baik kemajuan dalam ranah intelektual maupun psikologis.
Bentuk kerjasama antara keluarga dengan sekolah diantaranya sebagai berikut:
ý Kunjungan pihak sekolah (guru) ke rumah peserta didik
ý Kunjungan orang tua ke sekolah
ý Case Conference (rapat atau konferensi tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan proses yang ada di sekolah dan keluarga {bimbingan dan konseling})
ý Badan pembantu sekolah (organisasi atau lembaga orang tua peserta didik dan guru untuk menjalin kerjasama secara terorganisasi antara keduanya)
ý Daftar nilai atau raport

Sedangkan kontribusi yang diberikan sekolah kepada masyarakat meliputi:
Ø Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø Memberikan pengaruh perubahan bagi perkembangan masyarakat
Ø Melahirkan masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja di lingkungan masyarakat
Masyarakat sendiri memberikan pengaruh terhadap sekolah pada hal-hal berikut:
Ø Orientasi dan tujuan pendidikan
Ø Proses pendidikan di sekoah
Kontribusi lingkungan masyarakat terhadap pendidikan bagi anak antara lain:
Ø Peserta didik akan mendapatkan pengalaman langsung (first hand experience), artinya mereka dapat memiliki pengalaman yang konkret dan mudah diingat.
Ø Dalam masyarakat terdapat banyak sumber belajar yang tidak dimiliki sekolah ataupun keluarga (Hasbullah, 2003)
Sedangkan fungsi sekolah bagi masyarakat adalah sebagai berikut:
ü Sekolah sebagai mitra masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan
ü Sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Terjadinya perbedaaan konsep pengertian pendidikan nasional antara UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 Tahun 2003 lebih banyak disebabkan oleh konteks dinamika perkembangan masyarakat dan dunia yang terus berubah. Persoalan agama dan tuntutan perkembangan jaman sebagaimana dirumuskan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 (dimana masalah tersebut tidak dirumuskan didalam UUSPN sebelumnya) menunjukkan keinginan kuat bangsa Indonesia untuk bersikap fleksibel dan akomodatif terhadap perkembangan dan kebutuhan yang melingkupi. Dalam perspektif ini, pendidikan nasional sebenarnya sudah mencerminkan sebuah visi yang cukup bagus untk mengantar bangsa dan negara Indonesia menuju kehidupan yang semakin berkualitas. Sekalipun karena disebabkan beberapa distorsi pada tataran aplikasi praksis keinginan yang cukup visioner tersebut pada akhirnya kandas di tengah jalan.
Dari sudut konsep, pengertian sisdiknas antara rumusan UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 Tahun 2003, tidak ada perbedaan yang prinsip. Perbedaan ini justru terjadi pada penafsiran terhadap keduanya. Sisdiknas hasil rumusan UUSPN No. 2 Tahun 1989 menghasilkan sisdiknas yang sentralistis, sehingga berakibat penyeragaman dan terkesan paket kebijakan dari atas (pemerintah) yang tidak lagi bisa ditawar. Karenanya, pendidikan yang mestinya melakukan pembebasan dan pencerahan berbalik arah menjadi pendidikan yang membelenggu dan membodohkan. Sementara sisdiknas hasil rumusan UUSPN No. 20 Tahun 2003 sudah lagi ditafsirkan sebagai sisdiknas yang sentralistik, tetapi bersifat desentralistik. Sayangnya, peraturan operasional yang mengatur implementasi sisdiknas yang bersifat disentralistis ini, meliputi cara penegelolaan, mekanisme peranan daerah dan pusat, serta dampak-dampaknya belum terbahas secara tuntas. Dipicu kenyataan ini, akhirnya sampai akhir ini pun belum mampu memberikan solusi yang solutif untuk mengentas bangsa dan negeri ini keluar dari keterpurukan dan kehancuran.
Agar permasalahan sisdiknas ternyata cukup beragam dan kompleks. Secara garis besar seluruh permasalahan sisdiknas tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok besar.
ü Konteks historis sisdiknas yang lebih menekankan pada kepentingan pemerintah (melestarikan status quo kekuasaan) terpaksa harus melahirkan pendidikan yang sentralistis. Dengan atas nama keutuhan dan keselamatan negara seluruh kegiatan pendidikan dibalut dalam logika tersebut. Karenanya, pendidikan justru melahirkan para peserta didik yang tidak lagi memiliki kebebasan berfikir dan berkreasi.
ü Masalah penerapan sisdiknas yakni bersifat sentralistis dan seragam. Lagi-lagi  masalah ini terulang lagi di era reformasi seperti ini. Permaslahan aturan main tentang upaya disentralisasi pendidikan serta hal-hal terkait dengannya yang belum jelas atau gamang, ternyata menjadi pemicu utama terjadinya hal ini. Karena itu, perubahan sisdiknas harus segera dilakukan agar tujuan bangsa dan negara Indonesia menggapai peradaban unggul segera terwujud.
Paradigma pendidikan nasional Indonesia membutuhkan sentuhan pemikiran berbagai pihak, agar proses pendidikan ke depan bangsa ini bisa menemui kebermaknaan. Paradigma sinergisitas adalah sebuah alternatif yang dimungkinkan layak bisa dipakai untuk mengkritisi penerapan sisdiknas selama ini sekaligus bahan pemikiran untuk menggagas paradigma pendidikan nasional yang membangun.
Dalam dataran filosofis, pendidikan nasional menjadi obyek perebutan berbagai pihak, sehingga muncul tiga kelompok yaitu:
(1)      Kelompok yang menajdikan pendidikan sebagai sistem
(2)      Kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai tujuan, dan
(3)      Kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai proses.

SISTEM KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar (dalam Bahasa UUSPN No. 2 Tahun 1989 atau memalui pendidikan formal, non formal, dan informal (dalam bahasa UUSPN No. 20 Tahun 2003).
Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 disebutkan bahwa penyelenggaraan sisdiknas dilaksanakan melalui 2 jalur, yaitu:
(1)      Jalur pendidikan sekolah
(2)      Jalur pendidikan luar sekolah (PLS)
Ciri-ciri jalur pendidikan formal:
(1)      Sifatnya formal,
(2)      Diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan
(3)      Mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional.
Ciri-ciri jalur pendidikan formal:
(1)      Sifatnya tidak formal
(2)      Modelnya sangat beragam
Ada 3 jenjang pendidikan dalam sisdiknas, yakni:
(1)      Jenjang pendidikan dasar,
(2)      Jenjang pendidikan menengah, dan
(3)      Jenjang pendidikan tinggi

Jenis dan bentuk pendidikan nasional
Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas:
(1)      Pendidikan umum,
(2)      Pendidikan kejuruan, dan
(3)  Pendidikan lainnya (pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan).
Pengelolaan kelembagaan sisdiknas terlalu disibukkan oleh berbagai perubahan kebijakan pendidikan yang ujung-ujungnya merubah atau merekonstruksi kebijakan lama dan berkutat pada aktivitas itu. Sementara di wilayah praksis pengelolaan kelembagaan pendidikan nasional masuh menemui kendala-kendala berikut:
ý Manajemen pengelolaan lembaga pendidikan yang belum sistemik, total dan mendasar
ý Belum adanya budaya mutu
ý Kurang adanya relevansi dengan dunia luar, dan
ý Kurangnya akses dengan lembaga-lembaga pendidikan dalam skala internasional hingga menyebabkan kurangnya informasi dan akses di bidang pengembangan keilmuan dan kependidikan
Sementara pengelolaan madrasah sebagai subsistem dari sisdiknas yang sangat diharapkan akan melahirkan bangsa yang cendikia-islami ternyata juga belum mampu mengelola sistem kelembagaan internalnya disebabkan persoalan-persoalan yang kompleks dan rumit, mulai dari persoalan SDM yang masih rendah, dana yang sangat kecil, manajemen yang tidak profesional.

PERMASALAHAN PENDIDIKAN
Pemerataan pendidikan adalah persoalan yang terkait dengan pelaksanaan sistem pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara dalam memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan menjadi wahana bagi pembagunan sember daya manusia dalam menunjang pembangunan suatu bangsa.
Mutu pendidikan adalah keluaran atau hasil lembaga pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk. Pertama, mutu produk pada lambaga pendidikan meliputi hal-hal seperti bahan ajar, jumlah lulusan, presentase kelulusan ujian, alumni yang mengikuti studi lanjut, alumni yang mendapatkan pekerjaan atau promosi. Kedua, mutu proses terkait dengan hal-hal seperti proses pembelajaran, bimbingan bagi peserta didik, konseling, dan koordinasi pengembagnan bahan ajar dan bahan ujian, jaringan kerja dengan kantor regional di berbagai daerah, sistem registrasi, pengelolaan sistem informasi peserta didik, produksi bahan ajar multimedia, produksi bahan ujian, penjadwalan tutorial, layanana bantuan belajar, distribusi bahan ajar, dan penyiaran melalui media massa.
Efisiensi pendidikan adalah apabila hasil yang dicapai maksimal, dengan biaya yang wajar, karena biaya merupakan ukuran efisien dalam proses pendidikan terutama apabila dalam proses pendidikan dapat menghasilkan output pendidikan dengan biaya yang efisien.
Relevansi pendidikan dalah kesesuain program pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna atau stakehoulder pendidikan, artinya apa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat atau tepat guna.

  
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKEMBANGNYA MASALAH PENDIDIKAN
Pendidikan memgang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kulitas sumber daya manusia itu sendiri.
Permaslahan pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang yang saling terkait dalam implementasinya, yaitu:
1.    Masalah makro pendidikan yang terdiri atas : standarisasi pendidikan, persamaan, pemerataan dan berkeadilan, standar mutu, kemampuan bersaing.
2. Permasalahan mikro pendidikan yang terdiri dari: kualitas manajemen, pemberdayaan satuan pendidikan, profeionalisme dan ketenagakerjaan dan relevansi pendidikan.
2 faktor utama yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
1.    Strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented
2.    Pengelolaan pendidikan lebih bersifat macro-oriented

Kamis, 15 Oktober 2015

mOH. HAFID, M.PD.i.

1. MENURUT PANDANGAN PAKAR INDONESIA

Hakikat pendidikan itu dapat dikategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan itu.
Di dalam pendidikan epistemologis yang menjadi masalah adalah akar atau kerangka ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Dari sudut pandang pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang interen dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan.
Berbagai pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu :
·       Pendekatan reduksionisme
Pendekatan-pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara horizontal.
Peserta didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
·       Pendekatan holistik integrative
·       Pendekatan Redaksional
Teori-teori / pendekatan redaksional sangat banyak dikemukakan di dalam khazanah ilmu pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan reduksionaisme sebagai berikut:
1. Pendekatan pedagogis / pedagogisme
Titik tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa. Pandangan ini apakah berupa pandangan nativisme schopenhouer serta menganut penganutnya yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan dan tinggal di kembangkan saja.
2. Pendekatan Filasofis / religionisme
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
3. Pendekatan religius / religionisme
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
4. Pendekatan psikologis / psikologisme
Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
5. Pendekatan negativis / negativisme
Pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan tersebut.
6. Pendekatan sosiologis / sosiologisme
Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu.
Peserta didik adalah anggota masyarakat. Dalam sejarah perkembangan manusia kita lihat bahwa tuntutan masyarakat tidak selalu etis. Versi yang lain dari pandangan ini ialah develop mentalisme. Proses pendidikan diarahkan kepada pencapaian target-target tersebut dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan disubordinasikan untuk mencapai target pembangunan. Pengalaman pembangunan Indonesia selama Orde Baru telah mengarah kepada paham developmentalisme yang menekan kepada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, target pemberantasan buta huruf, target pelaksanaan wajib belajar 9 dan 12 tahun.
Salah satu pandangan sosiologisme yang sangat populer adalah konsiensialisme yang dikumandangkan oleh ahli pikir pendidikan Ferkenal Paulo Freire.
Pendidikan yang dikumandangkan oleh Freire ini yang juga dikenal sebagai pendidikan pembebasan pendidikan adalah proses pembebasan. Konsiensialisme yang dikumandangkan Freire merupakan suatu pandangan pendidikan yang sangat mempunyai kadar politis karena dihubungkan dengan situasi kehidupan politik terutama di negara-negara Amerika Latin. Paulo Freire di dalam pendidikan pembebasan melihat fungsi atau hakikat pendidikan sebagai pembebasan manusia dari berbagai penindasan. Sekolah adalah lembaga sosial yang pada umumnya mempresentasi kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada agar menjaga status quo hukum membebaskan manusia dari tirani kekuasaan. Qua atau di dalam istilah Polo Freire. “kapitalisme yang licik”. Sekolah harus berfungsi membangkitkan kesadaran bahwa manusia adalah bebas.

Hakekat Manusia

1. Kepustakaan hindu (Ciwa) menyatakan bahwa atman manusia datang langsung dari Tuhan (Bathara Ciwa) dan sekaligus menjadi penjelmaannya.
2. Kepustaan agama Budha menggambarkan bahwa manusia adalah mahluk samsara, merupakan wadah dari the absolute yang hidupnya penuh dengan kegelapan.
3. Pendapat kaum pemikir kuno yang bercampur dengan mistik menyatakan bahwa manusia adalah manifestasi yang paling komplit dan paling sempurna dari Tuhan Yang Maha Esa, intisari dari semua mahluk yang memiliki kecerdasan.
4. Filosof Socrates menyatakan bahwa hakekat manusia terletak pada budinya yang memungkinkan untuk menentukan kebenaran dan kebaikan. Plato dan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya.
5. Tokoh Dunia Barat melanjutkan pendapat Plato & Aristoteles tentang hakekat kebaikan manusia yg selanjutnya bergeser ke pandangan humanistik yg menyatakan manusia merupakan kemenyuluruhan dari segala dimensinya. (1), Spinoza berpandangan pantheistik menyatakan hakekat manusia sama dengan Tuhan dan sama pula dengan hakekat alam semesta. (2), Voltaire mengatakan hakekat manusia sangat sulit untuk diketahui dan butuh waktu yang sangat panjang untuk mengungkapkannya.
6. Notonagoro mengatakan manusia pada hakekatnya adalah mahluk mono-dualis yang merupakan kesatuan dari jiwa dan raga yg tak terpisahkan.
7. Para ahli biologi memandang hakekat manusia titik beratnya pada segi jasad, jasmani, atau wadag dengan segala perkembangannya. Pandangan ini dipelopori oleh Darwin dengan teori evolusinya.
8. Para ahli psikologi sebaliknya menyatakan bahwa hakekat manusia adalah rokhani, jiwa atau psikhe.
9. Ahli teori konvergensi antara lain William Stern berpendapat bahwa hakekat manusia merupakan paduan antara jasmani dan rokhani.
10.Pandangan dari segi agama, Islam, Kristen, dan Katolik menolak pandangan hakekat manusia adalah jasmani dengan teori evolusi. Hakekat manusia adalah paduan menyeluruh antara akal, emosi dan perbuatan. Dengan hati dan akalnya manusia terus menerus mencari kebenaran dan dianugerahi status sebagai khalifah Allah.
11.Pancasila memandang hakekat manusia memiliki sudut pandang yg monodualistik & monopluralistik, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, integralistik, kebersamaan dan kekeluargaan

Hakekat dan Teori Pendidikan 

Mudyahardjo ( 2001:91 ) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai :
a.  asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori
b. definisi konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.
  
Asumsi pokok pendidikan adalah :
a.  pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dab lingkungan belajarnya.
b. pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik atau norma-norma yang baik, dan
c. pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.

Pendidikan dipandang dari sudut keilmuan tertentu seperti :
a. Sosiologik memandang pendidikan dari aspek sosial, yaitu mengartikan pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi.
b. Antrophologik memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses pemindahan budaya dari generasi ke generasi.
c. Psikologik memandang pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yaitu mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secar optimal. Psikologi menurut Woodward dan Maquis ( 1955 : 3 ) adalah studi tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya.
d. Ekonomi, yaitu memandang pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani ( human capital ) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
e. Politik yang melihat pendidikan adalah proses menjadi warga negara yang diharapkan ( civilisasi ) sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh.

Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogyanya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktek pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakekatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi subjek didik.

2. MENURUT PANDANGAN PAKAR ASING
Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Hakekat pendidikan menurut pandangan beberapa pakar asing :

• Paula Freire
Pendidikan adalah proses pengaderan dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri.

• Langeveld
Pendidikan adalah membantu anak dalam mencapai kedewasaan dengan tujuan agar anak cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

• Rosseau
Pendidikan adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa.

• Paulo freire
Pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan diri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka yang melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.

• Jhon dewey
Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman hal ini mungkin terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan urang muda, mungkin pula terjadi secara segaja dan dikembangkan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan mengelompok di mana dia hidup

• H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifeskasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dari kemanusiaan dari manusia.

• Sir Godfrey Thomson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang permanent di dalam kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku, pikiran dan sifatnya.